A.Pengertian
Sosialisasi
Pengertian
sosialisasi menurut beberapa sumber, antara lain :
a. Soerjono Soekanto, sosialisasi merupakan proses mengkomunikasikan
kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru.
b.
Koentjaraningrat, sosialisasi
merupakan suatu proses, yaitu proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan
sistem sosial.
c.
Vembriarto, sosialisasi merupakan
proses belajar, yaitu proses akomodasi dimana individu menahan, mengubah
implus-implus dalam dirinya, dan mengambil cara hidup atau kebudayaan
masyarakatnya.
d.
Sukandar Wiraatmaja, sosialisasi
adalah proses belajar mulai bayi untuk mengenal dan memperoleh sikap,
pengertian, gagasan, dan pola tingkah laku yang disetujui oleh masyarakat.
e.
Prof. Dr. Nasution, S.H, sosialisasi
adalah proses membimbing individu ke dalam dunia sosial (sebagai warga
masyarakat yang dewasa).
f.
David F. Aberle, sosialisasi adalah
pola-pola mengenai aksi sosial atau aspek-aspek tingah laku, yang menanamkan
pada individu keterampilan-keterampilan, motif-motif, dan sikap-sikap yang
perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah
diantisipasikan sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru
masih harus terus dipelajari.
g.
John C. Macionis, sosialisasi adalah
pengalaman sosial seumur hidup dimana individu dapat mengembangkan potensinya
dan mempelajari pola-pola kehidupan masyarakat.
i.
Jack Levin dan James L. Spates,
sosialisasi adalah proses pewarisan dan pelembagaan kebudayaan ke dalam
kepribadian individu.
j.
Paul B.Horton, sosialisasi merupakan
suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam
masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
k.
Irvin L. Child, sosialisasi adalah
segenap proses dengan individu yang dilahirkan dengan banyak sekali potensi
tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan potensi tingkah laku aktualnya, yang
dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterima
olehnya sesuai dengan standar-standar dan kelompoknya.
l.
Peter L. Berger, sosialisasi adalah
suatu proses dimana anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi
dalam masyarakat.
Sosialisasi merupakan suatu proses masuknya seseorang ke
dalam suatu kelompok, sehingga proses sosialisasi adalah proses aktif.
Jadi,
sosialisasi adalah proses belajar dan penyesuaian diri
yang membantu individu mempelajari bagaimana cara hidup dan berpikir dalam
kelompoknya supaya ia dapat berperan dan berfungsi dengan baik di dalam
kelompoknya.
B. Tujuan Sosialisasi
Tujuan
pokok dari sebuah proses sosialisasi menurut Robert M.Z. Lawang, yaitu :
1. Dengan
memiliki norma, nilai, serta peran yang dimiliki anak, ia mampu hidup dengan
baik dalam masyarakat.
2. Supaya
masyarakat tetap dengan semua nilai dan normanya.
Tujuan
sosialisasi secara umum yaitu :
1.
Memberi dan menambah kemampuan
berkomunikasi secara efektif dan efisien, serta mengembangkan kemampuan
individu untuk membaca, menulis, bahkan bercerita.
2.
Proses pembentukan sikap.
3.
Memberi keterampilan dan pengetahuan
yang dibutuhkan seorang individu untuk melangsungkan hidupnya di tengah-tengah
suatu masyarakat dimana ia tinggal.
4.
Membantu pengendalian fungsi-fungsi
organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
5.
Membiasakan individu dengan
nilai-nilai kepercayaan yang pokok dan mendasar yang ada pada masyarakat dimana
ia tinggal.
C.Faktor-faktor yang mempengaruhi
sosialisasi
1.
Kematangan fisik seseorang.
2.
Lingkungan atau sarana sosialisasi.
a. Interaksi
dengan sesame.
b.
Bahasa.
c.
Kasih sayang.
3. Keinginan yang kuat.
D.Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya,
sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu : sosialisasi primer (dalam keluarga) dan
sosialisasi sekunder (dalam masyarakat).
1. Sosialisasi
primer
Sosialisasi primer adalah
sosialisasi pertama yang dijalani semasa kecil dengan belajar menjadi anggota
masyarakat. Sosialisasi primer terjadi pada anak berusia di bawah lima tahun.
Pada usia ini seorang anak mengenal lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga.
Anak mulai mengenal ayah, ibu, kakak, paman, bibi, nenek, dan kakek. Melalui
sosialisasi primer anak belajar tolong-menolong, toleransi, rela berkorban,
taat beribadah, jujur, dan menyayangi anggota keluarga. Proses sosialisasi
primer mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang
anak. Hal ini karena anak akan menerapkan hasil belajarnya dalam keluarga ke
dalam pergaulan di masyarakat. Proses sosialisasi primer merupakan dasar
seseorang melakukan sosialisasi sekunder.
2. Sosialisasi
sekunder
Sosialisasi
sekunder adalah proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan ke dalam sektor baru dari
dunia objektif masyarakatnya. Sosialisasi sekunder terjadi
setelah sosialisasi primer berlangsung. Pada sosialisasi sekunder seseorang
belajar memahami lingkungan di luar keluarganya. Pada proses sosialisasi itu
masyarakat atau orang lain mempunyai peranan penting. Sosialisasi sekunder
diterima melalui pendidikan di sekolah dan pengalaman hidup. Ketika seseorang
belajar menghormati guru, menyayangi sahabat, menghargai tetangga, pada saat
itulah sosialisasi sekunder sedang berlangsung. Hal ini menunjukkan setiap
individu melakukan proses sosialisasi tanpa terkecuali. Setiap individu
melakukan sosialisasi karena individu tersebut berupaya menjadi bagian dari
suatu masyarakat. Melalui sosialisasi, individu mengenal dan memahami
kebiasaan, perilaku, adat istiadat, dan peraturan lain yang berlaku di
masyarakat. Dua bentuk sosialisasi sekunder yaitu :
a. Resosialisasi,
yaitu proses ketika seseorang mendapat suatu identitas diri yang baru.
b. Desosialisasi,
yaitu suatu proses ketika seseorang mengalami pencabutan identitas diri yang
telah dimiliki.
E. Pola
Sosialisasi
1. Sosialisasi
Represif
Sosialisasi represif merupakan sosialisasi yang menekankan pada pengawasan
yang ketat dan pemberian hukuman kepada seseorang yang melanggar norma atau
peraturan yang berlaku. Sosialisasi
represif ditandai adanya pemberian hukuman berat terhadap seseorang yang
melanggar norma. Akan tetapi, tidak selalu dengan menggunakan kekerasan fisik,
seperti memukul atau menampar. Tujuan dari sosialisasi represif menuntut adanya
kepatuhan terhadap suatu norma yang ada.
2. Sosialisasi
Partisipatoris
Sosialisasi partisipatoris merupakan
sosialisasi yang menekankan pada keikutsertaan seseorang dalam proses
sosialisasi. Berbeda dengan sosialisasi represif,
sosialisasi partisipatoris berusaha menanamkan kebiasaan, adat istiadat, dan
aturan-aturan tanpa melakukan paksaan. Misalnya seorang ayah yang memberikan
pujian kepada anaknya setelah melakukan perbuatan baik atau seorang ibu yang
memberikan nasihat kepada anaknya dengan penuh kelembutan. Pada proses ini
tidak ditemukan adanya paksaan maupun kekerasan fisik. Proses sosialisasi
partisipatoris lebih menekankan pada terbentuknya kesadaran individu terhadap
norma-norma yang berlaku.
F.
Tipe Sosialisasi
1. Sosialisasi Formal
Sosialisasi formal adalah
sosialisasi yang terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut
ketentuan yang berlaku dalam Negara, seperti
pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2.
Sosialisasi Informal
Sosialisasi informal adalah
sosialisasi yang terjadi dalam masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesame anggota klub, dan
kelompok-kelompok social yang ada di dalam
masyarakat.
G. Agen Sosialisasi
1. Keluarga
Keluarga adalah agen
sosialisasi karena mengajarkan berbagai nilai dan norma sosial kepada anak.
Sikap sopan seorang anak dalam bertingkah laku merupakan salah satu wujud
keberhasilan keluarga sebagai media penyaluran nilai dan norma. Kesopanan dan
keramahan dapat membuat suasana lebih menyenangkan.
2. Teman
Sepermainan
Melalui teman sepermainan, anak
belajar hidup dan bersosialisasi. Anak belajar berbagai hal yang diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, teman sepermainan mempunyai
pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Tidak menutup
kemungkinan, teman sepermainan membawa dampak negatif bagi perkembangan diri
individu. Hal ini karena proses sosialisasi melalui teman sepermainan berjalan
tanpa pengawasan dari orang tua atau guru. Contoh seorang anak yang menjadi
suka bicara kotor dan kurang sopan karena terpengaruh oleh teman-teman
sepermainannya. Sosialisasi di lingkungan sepermainan yang baik mampu membentuk
kepribadian yang baik pula, begitu pun sebaliknya.
3. Sekolah
Nilai dan norma sosial dapat
pula dipelajari melalui sekolah tempat seseorang belajar. Melalui sekolah
seorang anak mendapatkan ilmu pengetahuan yang dapat menentukan profesinya pada
masa depan. Oleh karena itu, sekolah menjadi salah satu media terpenting dalam
proses sosialisasi.
4. Media
Massa
Sosialisasi dapat berlangsung
melalui media massa, seperti televisi, surat kabar, majalah, dan tabloid. Media
massa mampu menyajikan model perilaku yang dapat ditiru oleh individu untuk
membangun jati dirinya. Selain itu, media massa mampu memengaruhi pola perilaku
masyarakat. Di sinilah peran media massa sebagai media sosialisasi.
5.
Lingkungan
Kerja
Di
lingkungan kerja seseorang juga belajar tentang nilai, norma dan cara hidup.
Tidaklah berlebihan apabila dinyatakan bahwa cara dan prosedur kerja di
lingkungan militer berbeda dengan di lingkungan sekolah atau perguruan tinggi.
Seorang anggota tentaraakan bersosialisasi dengan cara kerja lingkungan militer
dengan garis komando yang tegas. Dosen atau guru lebih banyak bersosialisasi
dengan iklim kerja yang lebih demokratis.
6. Agen-agen lain
Selain keluarga,
sekolah,
kelompok bermain dan media massa, lingkungan kerja, sosialisasi juga dilakukan
oleh institusi agama,
tetangga, organisasi rekreasional, dan masyarakat.
Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan
membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas
dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
H. Proses Sosialisasi
George
Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1.
Tahap persiapan (Preparatory
Stage)
Tahap
ini dialami sejak manusia
dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya,
termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak
mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata
"makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya
yang masih balita
diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh
anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan
kenyataan yang dialaminya.
2.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap
ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh orang dewasa.
Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang
tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan
kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai
terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak
orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang
yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana
anak menyerap norma
dan nilai.
Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
3.
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan
yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan
sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang
lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai
menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga
dan bekerja sama dengan teman-temannya.
Pada tahap ini lawan berinteraksi
semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan
dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di
luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu,
anak mulai menyadari bahwa ada norma
tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
4.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage/Generalized other)
Pada
tahap ini seseorang telah dianggap dewasa.
Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan
kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar