A. Pengertian
Argumentasi secara umum
Ø Argumentasi
adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang ditulis
dengan tujuan untuk meyakinkan atau membujuk pembaca.
Ø Argumentasi
adalah paragraf yang isinya disertai alasan – alasan, contoh – contoh dan bukti
– bukti yang meyakinkan sehingga pembaca akan membenarkan isi paragraf
tersebut.
Ø Argumentasi
adalah jenis paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan atau pendapat penulis
dengan disertai bukti dan fakta.
B. Pengertian Argumentasi menurut para
ahli
Ø Menurut Aceng
Hasani (2005 : 43)
Argumentasi
adalah suatu jenis karangan yang berusaha mempengaruhi orang lain dengan cara
menyajikan bukti – bukti sebagai penguat argumentasi yang dinyatakan secara
logis dan faktual dengan tujuan pembaca atau pendengar tertarik dengan yang
dikemukakan oleh penulis.
Ø Menurut Keraf
(1997 : 116)
Argumentasi
adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara.
Ø Menurut
Alwasilah (2005 : 116)
Argumentasi
adalah karangan yang membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari sebuah
pernyataan ( statement ).
2.2 Jenis – jenis Argumentasi
1.
Paragraf argumentatif rincian
Jenis paragraf argumentasi rincian
adalah paragraf yang berisi pendapat dan alasan penulis yang disertai beberapa
rincian. Misalnya, paragraf argumentatif tentang Jiwa Kepahlawanan.
Contoh:
Jiwa kepahlawanan harus senantiasa
dipupuk dan dikembangkan karena dengan jiwa kepahlawanan, pembangunan di negara
kita dapat berjalan dengan sukses. Jiwa kepahlawanan akan berkembang menjadi
nilai-nilai dan sifat kepribadian yang luhur, berjiwa besar, bertanggung jawab,
berdedikasi, loyal, tangguh, dan cinta terhadap sesama. Semua sifat ini sangat
dibutuhkan untuk mendukung pembangunan di berbagai bidang.
2.
Paragraf
Argumentasi contoh
Paragraf argumentasi contoh adalah
paragraf yang berisi pendapat dan alasan penulis yang disertai beberapa contoh
sebagai bukti bahwa pendapat penulis benar dan tidak dapat disangkal lagi oleh
pembaca. Misalnya, paragraf argumentatif tentang Bahan Bakar Alternatif.
Contoh:
Setelah manusia mulai menyadari
dampak penggunaan bahan bakar fosil yang dapat membahayakan, manusia mulai
berpikir untuk mencari bahan bakar alternatif. Tetapi, apakah bahan bakar
alternatif lain yang diusulkan ini dapat efektif? Kita ambil contoh, bioetanol
yang berasal dari jagung. Jika kita menggunakan etanol dari jagung ini, maka
diperlukan berapa juta hektar lahan jagung untuk memenuhi kebutuhan manusia?
Itu akan mengakibatkan dampak lain yaitu berkurangnya lahan tempat tinggal dan
lahan hutan. Orang akan membuka hutan dan menjadikannya lahan jagung. Tentunya
itu merusak lingkungan bukan?
3.
Paragraf Argumentatif sebab – akibat
Paragraf argumentatif sebab-akibat
adalah paragraf yang dikembangkan dengan menyampaikan terlebih dahulu
sebab-sebabnya dan diakhiri dengan pernyataan sebagai akibat dari sebab
tersebut.
Contoh :
Kemarau tahun ini cukup panjang.
Sebelumnya, pohon-pohon di hutan sebagai penyerap air banyak yang ditebang. Di
samping itu, irigasi di desa ini tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga pupuk
yang semakin mahal dan kurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap lahan
tanahnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika panen di desa ini selalu
gagal.
4. Paragraf
Argumentatif akibat sebab
Paragraf argumentatif akibat-sebab
adalah paragraf yang dikembangkan dengan menyampaikan terlebih dahulu
akibatnya, kemudian dicari penyebabnya.
Contoh :
Udara di kota-kota industri sangat
kotor dengan banyaknya asap hitam hasil pembakaran di pabrik-pabrik. Udara
semakin panas sehingga menyebabkan berbagai dampak lingkungan hidup. Es di
kutub selatan dan di Greenland mulai mencair. Itulah berbagai akibat yang terjadi
karena eksploitasi besar-besaran minyak bumi.
2.3 Contoh Karangan Argumentasi
Televisi telah mendatangkan banyak
perdebatan yang tidak kunjung berakhir. Bagi orang dewasa, mungkin apa yang
ditampilkan oleh televisi itu bukanlah sebuah masalah besar, sebab mereka sudah
mampu memilih, memilah dan memahami apa yang ditayangkan dilayar televisi.
Namun bagaimana dengan anak-anak? Dengan segala kepolosan yang dimilikinya,
belum tentu mereka mampu menginterpretasikan apa yang mereka saksikan dilayar
televisi dengan tepat dan benar. Padahal Keith W. Mielke sebagaimana
dikutip oleh Arini Hidayati dalam bukunya berjudul ‘Televisi dan Perkembangan Sosial Anak’ mengatakan
bahwa: “Masalah paling mendasar bukanlah jumlah jam yang dilewatkan si anak
untuk menonton televisi, melainkan program-program yang ia tonton dan bagaimana
para orang tua serta guru memanfaatkan program-program ini untuk sedapat
mungkin membantu kegiatan belajar mereka.”(1998:74).
Kutipan tersebut di atas jelas bahwa
yang harus diwaspadai oleh para guru dan orang tua adalah acara apa yang
ditonton anak di televisi itu dan bukannya berapa lama anak menonton televisi.
Padahal kecenderungan yang ada justru sebaliknya. Orang tua jarang benar-benar
memperhatikan apa yang ditonton anak-anaknya dan lebih sering melarang
anak-anak agar jangan menonton televisi terlalu lama karena bisa mengganggu jam
belajar mereka. Di samping itu, apakah pernah pula terbersit dalam benak orang
tua untuk ikut menonton tayangan-tayangan televisi yang diklaim sebagai
tayangan untuk anak-anak? Pernahkan orang tua memperhatikan, apakah tayangan
untuk anak itu memang sesuai dengan usianya? Padahal disinilah peran orangtua
menjadi sangat penting artinya. Orang tualah yang menjadi guru, pembimbing,
pendamping dan pendorong pertumbuhan anak yang paling utama. Dari orangtualah
anak pertama kali belajar tentang sesuatu kebenaran dan kemudian menanamkan
kepercayaan atas kebenaran itu.
Sudah
menjadi tanggung jawab orang tua pula untuk selalu mendampingi anak-anak dalam
menonton televisi, memberikan pengertian dan penjelasan atas apa yang tidak
dimengerti oleh anak-anak. Memberikan penjelasan kenapa suatu tindak kekerasan
bisa terjadi dan apa akibat dari semua itu. Orang tua juga harus jeli dalam
melihat program-program acara televisi yang ditonton oleh anak. Apakah cocok
dengan usianya, apakah bersifat mendidik atau justru malah merusak moral si
anak. Mungkin sebagai orang tua, tidak akan kesulitan untuk langsung melarang
seorang anak untuk menonton film-film dewasa yang mengandung unsur seks dan
kekerasan secara vulgar, karena dengan memandang sepintas lalu saja sudah jelas
diketahui bahwa acara tersebut tidak cocok untuk anak. Tetapi pernahkah
orangtua mengamati film-film kartun yang kelihatannya memang sudah layak
menjadi konsumsi anak-anak? Pernahkah orang tua peduli bahwa berbagai tayangan
film kartun Jepang yang mempertontonkan heroisme, seperti film seri Kenji,
Dragon Ball dan sebagainya telah menyebabkan seorang anak menjadi seorang yang
agresif? Demikian pula dengan tayangan film-film kartun yang penuh romantisme
seperti Sailor Moon? Dan bagaimana pula dengan film-film yang lain? Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa tingkat pornografi pada film kartun anak-anak itu
cukup tinggi, dan di antara film-film kartun anak di Asia, film kartun produksi
Jepang menempati posisi paling tinggi dalam penayangan unsur pornografi.
Sebagai contoh, Film Seri Crayon Sinchan yang sekarang begitu di gemari di
Indonesia, ternyata di Jepang sendiri film tersebut tidak diperuntukkan untuk
konsumsi anak-anak melainkan untuk konsumsi orang dewasa yang ingin kembali ke
masa kanak-kanak. Akibatnya saat ini muncul perdebatan yang cukup seru dalam
membahas masalah film seri Crayon Sinchan ini.
Sebuah
tulisan di Jawa Pos yang mengetengahkan keprihatinan terhadap film tersebut
mengatakan bahwa “Sosok sinchan itu tidak cocok untuk menjadi teladan bagi
anak-anak. Sinchan sering bertindak kurang ajar dan kekurang ajarannya itu
sering mengarah ke masalah seks. Sebagai anak kecil, Sinchan sering bermimpi
tentang perempuan - perempuan dengan bikini dan ia pun senang sekali
menyingkapkan rok ibunya”.
Memang
dikatakan oleh Joseph T. Klapper “bahwa media bukanlah penyebab perubahan
satu-satunya melainkan ada faktor-faktor lain yang menengahi (mediating
factors)”. Namun bagaimanapun juga, jika mengacu pada teori efek media maka
terdapat teori Belajar, dimana seseorang itu belajar melakukan sesuatu dari
media. Seorang anak bisa dengan fasihnya menirukan ucapan atau lagu-lagu yang
di dengarnya di televisi. Mereka pun dengan segala kepolosan dan keluguannya
sering pula menirukan segala gerak dan tingkah laku tokoh idolanya di televisi.
Dengan demikian tidaklah mustahil jika anak-anak pun akan menirukan kenakalan
Sinchan dengan segala kekurang ajarannya. Atau menirukan tindakan Superman
ketika menumpas kejahatan dengan memukuli anak lain yang di anggapnya sebagai
musuh. Dan ini menjadi langkah pembenar setiap anak-anak berbuat sesuatu, yang
bisa jadi melanggar norma umum yang ada di tengah masyarakat kita.
Langkah
Antisipasi bagaimanapun juga kehadiran televisi merupakan sebuah kebutuhan,
tidak sekadar sebagai sarana untuk memudahkan kita mengakses setiap informasi
tapi juga berperan sebagai sarana penghibur yang mudah untuk kita dapatkan.
Tetapi, tetap saja efek negatif selalu ada dan ini perlu untuk di antisipasi
secara serius. Apalagi kalau yang terkena dampaknya adalah anak-anak yang
notabene mereka akan menjadi iron stock di masa datang.
Secara khusus penulis berharap orang
tua yang secara langsung berhubungan dan berkaitan
dengan pengaruh televisi terhadap anak-anak bisa mengambil langkah-langkah
nyata. Walaupun tidak menutup kemungkinan memberikan alternatif solusi terhadap
pihak terkait seperti pihak media televisi dan para pemerhati media secara
umum. Pertama, jelas perlu ada sosialisasi secara massif kepada para orang tua
tentang bahaya program yang ada di televisi pada setiap media yang ada,
termasuk koran ini dan juga diperlukan kewaspadaan yang penuh dengan tidak
membiarkan anak-anak menonton televisi dengan bebas. Meskipun label pihak
televisi yang diberikan adalah acara untuk anak. Kedua, perlu penjagaan program
acara televisi secara langsung dengan cara mendampingi waktu anak-anak menonton
televisi dan sekaligus bisa memberi penjelasan saat dibutuhkan. Untuk itu,
kesiapan orang tua untuk mendampingi di tengah kesibukan seabrek kegiatan mutlak
diperlukan. Ketiga, perlu di upayakan pemberdayaan masyarakat dengan di adakan
lembaga kontrol yang bisa memberi masukan dan kajian kritis tentang isi program
siaran televisi dan dampak yang ada.
0 komentar:
Posting Komentar