1. LANDASAN-LANDASAN PENDIDIKAN
1.1. Landasan Agama
Berdasarkan keyakinan kita,
agama merupakan wahyu Allah SWT, yang diturunkan untuk menjadi landasan hidup
manusia sampai akhir zaman. Oleh karena itu, agama harus menjadi landasan
pendidikan. Melalui pendidikan sebagai proses pemberdayaan SDM yang
berlandaskan agama bangsa Indonesia dapat menikmati hidup yang damai,
sejahtera, adil dan makmur.
1.2. Landasan Filsafat
Pendidikan sebagai suatu
proses kegiatan pemberdayaan manusia menjadi SDM yang berkualitas, harus
dilandasi oleh sifat dan sikap yang arif
serta bijaksana. Sifat dan sikap yang demikian, selain terbina dari
pengalaman serta pendidikan, juga berasal dari hasil ‘perenungan’ melalui
pemikiran yang mendalam tentang hal-hal yang baik yang dipertentangkan dengan
hal buruk, kejujuran dengan kebohongan, dan seterusnya. Proses perenungan dan
berpikir secara mendasar serta mendalam tadi, dikategorikan sebagai
‘berfilsafat’.
Pendidikan sebagai proses
kegiatan pemberdayaan peserta didik menjadi SDM yang manusiawi, secara
mendasar, harus dilandasi oleh nilai-nilai filsafat yang meyakinkan.
Nilai-nilai filsafat tersebut meliputi makna-makna tentang alam, kehidupan,
ilmu, moral, sampai pada agama dan Ketuhanan. Dengan demikian landasan filsafat
dengan landasan agama pada kenyataanya sukar dipisahkan satu sama lain.
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989
menetapkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal tersebut tercantum dalam penjelasan
UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasional temasuk di
bidang pendidikan adalah pengamalan Pancasila, dan untuk itu pendidikan
nasional mengusahakan antara lain: “Pembentukan manusia Pancasila sebagai
manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri”. (Undang-Undang,
1992: 24)
1.3. Landasan Moral
Landasan moral (akhlak) dalam
proses kegiatan pendidikan, merupakan salah satu ‘kunci keberhasilan’ membina, memberdayakan, dan
‘menciptakan’ SDM yang berkualitas, terutama kualitas akhlaknya. Peletakan
landasan moral ini sangat strategis dan bermakna, karena kepribadian individu harus
berakar pada ‘akhlak mulia’ yang sudah pasti membawa kebahagiaan bagi yang
bersangkutan.
1.4. Landasan Sosiologi
Sosiologi pendidikan merupakan
analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam
sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi:
- Hubungan
sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
- Hubungan
kemanusiaan di sekolah.
- Pengaruh
sekolah pada perilaku anggotanya.
- Sekolah
dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan
kelompok social lain di dalam komunitasnya.
1.5. Landasan Kultural
Kebudayaan sebagai gagasan dan
karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan
pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat
berwujud:
- Ideal
seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya.
- Kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
- Fisik
yakni benda hasil karya manusia.
(Koentjaraningrat, 1975:
15-22)
Pada sekolah yang sudah maju,
sekolah sebagai lembaga sosial mempunyai peranan yang sangat penting sebab
pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransmisi kenudayaan kepada generasi
penerus, tetapi juga berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan agar sesuai
dengan perkembangan dan tujuan zaman.
1.6. Landasan Psikologis
Pemahaman peserta didik,
utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan
pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat
diperlukan penerapanya dalam bidang pendidikan, mialnya pengetahuan tentang
aspek-aspek pribadi, urutan, dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep
tentang cara-cara paling tepat untuk mengembangkanya.
1.7. Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pendidikan serta ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti
diketahui, IPTEK menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain,
pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan IPTEK. Di
sisi lain, setiap perkembangan IPTEK harus segera diakomodasi oleh pendidikan
yakni dengan segera memasukan hasil pengembangan IPTEK itu ke dalam isi bahan
ajaran.
2. ASAS-ASAS PENDIDIKAN
Pada Undang-Undang Republik
Indonesia No. 2/1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, pasal 4,
tercantum sebagai berikut:
Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Manusia ‘ideal’ menurut Sistem
Pendidikan Nasional Indonesia yaitu ‘manusia Indonesia seutuhnya’ yang bobot
karakternya dicirikan oleh iman dan taqwa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian mantap serta mandiri, cerdas, berpengetahuan dan terampil, sehat
jasmani serta rohani, dan memiliki tanggung jawab kemasyarakatan serta
kebangsaan.
2.1. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Perubahan perilaku individu
pada umumnya berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan. Proses
kematangan mulai dari masa bayi hingga dewasa sampai tua, berlangsung terus
menerus sesuai dengan perkembangan mental, psikologis, spiritual masing-masing.
Penerapan dan pengembangan ‘asas pendidikan sepanjang hayat’ (life long
education), sesuai dengan perkembangan ‘alamiah’ yang terjadi pada diri tiap orang.
Pendidikan sepanjang hayat,
bukan hanya berlaku untuk peserta didik dan orang awam, melainkan juga untuk
guru-pendidik, tokoh masyarakat, termasuk juga para pemimpin. Jika kita telah
menerapkan dan menjadikan ‘asas pendidikan sepanjang hayat’ dalam hidup kita,
segala fenomena yang terjadi dan kita alami baik fenomena alam, maupun fenomena
sosial, budaya, ekonomi, politik dan seterusnya, menjadikan masukan pendidikan
bagi kita semua yang memberdayakan diri masing-masing menjadi manusia yang
berkualitas dalam arti yang seluas-luasnya (kesehatan, pikiran, akhlak).
2.2. Asas Kasih Sayang
Dalam proses dan kegiatan
pendidikan, hubungan serta suasana yang kita kembangkan, dalam konteks
‘interaksi edukatif’, hubungan antara pendidik dengan peserta didik dibina
dalam suasana kasih sayang yang terarah pada pembentukan kepribadian, dengan
menanamkan nilai-nilai yang bermakna dalam kehidupan untuk hidup nyaman, aman,
damai, dan sejahtera. Suasana dan hubungan kehidupan yang lebih luas, kita
berpegang serta menerapkan asas-asas:
·
Mengabdi
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·
Berbakti
kepada orang tua.
·
Menghormati
orang yang lebih tua dan orang yang dituakan.
·
Menghargai
sesama.
·
Menyayangi
orang yang lebih muda.
2.3. Asas Demokrasi
Makna asas demokrasi dalam
proses kegiatan pendidikan adalah agar peserta didik terbina untuk menjadi SDM
yang demokratis sesuai dengan hak dan kewajibanya sebagai warga negara serta
kedudukanya sebagai umat manusia yang beradab.
2.4. Asas Keterbukaan dan Transparansi
Pengembangan
dan penerapan asas keterbukaan dan transparansi dalam proses serta kegiatan
pendidikan, berarti bahwa program, kebijakan, dukungan, dan perangkat-perangkat
lainya, harus didasari oleh kejujuran, tidak ada yang ditutupi, serta tidak ada
kebohongan. Melalui pendidikan yang berasaskan keterbukaan dan transparansi, kita
sangat mengharapkan terciptanya SDM yang jujur, yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, bangsa serta negara terutama di waktu-waktu mendatang.
2.5. Asas Tanggungjawab
Pengembangan
dan penerapan asas tanggungjawab dalam proses kegiatan pendidikan, berarti
materi, metode, strategi, pelaksanaan, sampai pada evaluasinya, harus dapat
dipertanggungjawabkan. Pendidikan yang dilaksanakan secara demikian itu,
diliputi oleh keyakinan akan mencapai tujuan menghasilkan peserta didik yang
bertanggungjawab. Makn asas tanggung jawab dalam pendidikan adalah untuk
menghasilkan SDM yang memiliki sifat dan sikap bertanggungjawab pada
penampilan, perilaku, tindakan, serta perbuatanya.
2.6. Asas Kualitas
Dengan
mengembangkan dan menerapkan asas kualitas pada proses kegiatan pendidikan,
secara ideal kita mampu menciptakan SDM yang berkualitas, mulai kualitas
jasmaniah (fisikal-biologis), keterampilan, etos kerja, intelektual, emosional,
sosial, ekonomi, spiritual (agama), yang semua itu bermuara pada ‘kualitas’
iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang tercermin pada ‘kualitas
akhlaknya’ dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia yang manusiawi.
Proses
kegiatan pendidikan yang secara ideal bertujuan menciptakan SDM yang
berkualitas juga harus berlandaskan asas kualitas dalam segala perangkat,
kerja, dan kinerjanya. Pendidikan tersebut mulai dari perancangan, perencanaan,
materi, media, metode, strategi, sampai pada evaluasinya harus berkualitas.
3. PANCA DARMA TAMAN SISWA
Pada Perguruan Taman Siswa, Ki
Hajar Dewantara (Djumhur, Danasupatra : 1976 : 174-176), mengembangkan lima
asas dalam pendidikan yang dikonsepkan sebagai Panca Darma, yaitu:
3.1. Asas Kodrat Alam
Sesuai dengan kodratnya,
manusia berbeda dengan makhluk hidup lainya, yaitu dikaruniai akal-pikiran yang berkembang dan dapat
dikembangkan. Oleh karena itu, sesuai dengan kodratnya manusia dikategorikan
sebagai makhluk budaya.
3.2. Asas Kemerdekaan
Proses
kegiatan pendidikan yang berpegang pada asas kemerdekaan, berarti memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensinya menjadi
kemampuan, dalam suasana yang penuh dengan tanggung jawab.
Pengembangan
dan penerapan asas kemerdekaan pada proses kegiatan pendidikan, berarti
membimbing peserta didik dengan penuh tanggung jawab tanpa tekanan, untuk
menjadi SDM yang berkemampuan sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk budaya
dan juga makhluk sosial.
3.3. Asas Kebudayaan
Dengan
menerapkan asas kebudayaan , peserta didik dibimbing untuk menerima warisan generasi , namun juga
didorong untuk memajukan kebudayaan tersebut sesuai dengan konstelasi global
yang terus berkembang.
Melalui
penerapan asas kebudayaan ini, peserta didik tetap menerima warisan budaya
bangsa sendiri (local genius), namun juga dipacu untuk meningkatkan kemampuan
budaya tersebut sesuai dengan kemajuan jaman. Dengan demikian SDM tersebut
diberdayakan menjadi SDM yang selalu segar (evergreen), modern, terhindar dari
keusangan sikap mental.
3.4. Asas Kebangsaan
Pengembangan
dan penerapan asas kebangsaan pada proses kegiatan pendidikan di Indonesia,
selain berdasarkan fakta, juga mendukung kebhinekaan
atau kemajemukan yang menjadi salah
satu ciri utama bangsa Indonesia.
Proses
kegiatan pendidikan yang berasaskan kebangsaan, harus mampu menanamkan,
meningkatkan rasa kebangsaan kepada peserta didik, untuk menjadi SDM yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
3.5. Asas Kemanusiaan
Melalui
penerapan asas kemanusiaan, peserta didik dibimbing menyadari harga dan
martabat diri, serta nilai kemanusiaan yang secara kodrati melekat pada manusia
dengan kehidupanya selaku umat yang sederajat atau sama di hadapan Tuhan.
Dengan menerapkan asas kemanusiaan tersebut, peserta didik tidak hanya
dikembangkan nalar emosionalnya, melainkan
juga dibina nalar spiritualnya selaku umat. Oleh karena itu asas
kemanusiaan berkedudukan strategis dalam proses kegiatan pendidikan untuk
menciptakan SDM yang manusiawi dan religius.
4. MAKNA PENDIDIKAN MEMBERDAYAKAN SUMBER DAYA MANUSIA
4.1. Makna Pemberdayaan
Pemberdayaan
(empowerment) terarah pada upaya memberikan kebebasan kepada seseorang,
memiliki tanggung jawab pengembangan pribadi, yang meliputi kemampuan berpikir
mengembangkan gagasan, melakukan tindakan, sampai pada membuat keputusan. Namun
demikian kebebasan tersebut tidak lepas dari tanggungjawab.
Dalam
proses pemberdayaan diri, terutama diri peserta didik, harus berpijak pada realita, peserta didik harus
benar-benar dibuka matanya, untuk mampu menghayati realita kehidupan hari ini,
dan hari-hari mendatang. Oleh karena itu sifat dan sikap ksatria, jujur, dan berani harus terus dipupuk dan dikembangkan. Melalui
proses pemberdayaan ini, visinya harus diperjelas. SDM yang akan datang harus
memiliki wawasan / visi yang luas kedepan, untuk mengantisipasi realita yang
dihadapi seburuk apapun. Dengan menjalani kehidupan yang penuh resiko dan
persaingan kita harus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak. Adanya orang lain di sekitar kita, memiliki
makna sosial yang harus diberdayakan.
4.2. Pendidikan Sebagai Proses
Pemberdayaan
Ketidakberdayaan individu dan juga kelompok,
terletak pada keterbelengguanya dalam aspek-aspek sosial budaya (kebodohan),
sosial ekonomi (kemiskinan), sosial psikologi (harga diri), dan sosial politik
(perbudakan). Individu atau masyarakat yang terbelenggu oleh kondisi hidup yang
demikian ada dalam kekakuan hidup yang memperburuk kehidupanya. Oleh karena
itu, untuk memberdayakan mereka, Paulo Freire (1984) mengembangkan konsep pendidikan pembebasan. Pendidikan
pembebasan ini dilakukan dalam situasi yang dialogis dan kasih sayang. Melalui
penciptaan suasana yang demikian, kekakuan dapat terpecahkan, sehingga peserta
didik sebagai salah satu subjek pendidikan secara bertahap dapat memberdayakan
diri.
Pendidikan
sebagai perekayasaan manusia, proses kegiatanya diarahkan pada pengembangan kreatifitas,
sadar IPTEK, setia kawan, dan modern. Melalui pendidikan kualitas SDM makin
ditingkatkan.
0 komentar:
Posting Komentar