body, a, a:hover {cursor: url(http://1.bp.blogspot.com/-EqdSuJ1lQr4/Tsl-wr7TSfI/AAAAAAAAAj4/hBoRlPJy8qM/s300/contoh-cursor.png), progress;
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
RSS

LIKE THIS (◑‿◐)

Say Hello to Riska (◑‿◐)

KONSTRUKTIVISME


Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.  Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Menurut teori konstuktivisme, pengetahuan adalah produk mind yang dibina (konstruk) dengan pengalaman dan input baru yang diterima melalui indera-indera sebagai hasil persepsi. Murid-murid akan membina makna bagi setiap fenomena di sekelilingnya melalui refleksi. Mereka akan menjana peraturan dan panduan mental sendiri agar memahami dunia sekeliling seperti dalam rumah, sekolah dan komuniti hidup seharian. Dengan itu, pembelajaran mereka dipengaruhi oleh cara sesuatu topik dipersembahkan oleh guru-guru dan kualiti pengalaman yang ada pada murid-murid.
Ciri paling penting pembelajaran konstruktivisme ialah murid-murid bertanggung jawab atas pembelajarannya.Guru-guru harus mengatahui tentang corak mental pelajar yang membantu mereka mengerti dunia dan membuat pemikiran-pemikiran. Dalam teori konstruktivisme, pembelajaran bukan merupakan satu proses penghafalan materi dari guru melainkan bermula dari topik/isu yang menarik bagi murid-murid. Teori konstruktivis tidak menggalakkan penilaian sumatif yang berpusat, sebaliknya, penilaian harus formatif dan berterusan dan dijalankan serentak dengan proses pembinaan dan penguasaan ilmu.
Jean Piaget, Jerome Bruner, Lev Vygotsky, John Dewey dan Seymour Papert adalah diantara tokoh-tokoh mazhab konstruktivisme terdiri atas ahli-ahli psikologi dan pakar pendidikan.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
·      Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina pengetahuan mereka secara mandiri. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
·      Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
·      Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Prinsip-prinsip Pembelajaran Konstruktivisme :
1.    Pembelajaran adalah satu proses yang aktif di mana pelajar menggunakan input indera dan membina makna tersebut. Rumusan yang lebih tradisional ini melibatkan istilah pelajar yang aktif (istilah Dewey) menekankan bahwa pelajar perlu melakukan sesuatu, di mana pembelajaran bukanlah penerimaan pasif pengetahuan.
2.    Manusia belajar cara belajar karena mereka belajar, di mana pembelajaran terdiri atas membina makna dan membina sistem makna. 
3.    Peranan tindakan yang sangat penting dalam membina makna adalah mental.
4.    Pembelajaran melibatkan bahasa, bahasa yang kita gunakan mempengaruhi pembelajaran. Pada peringkat empirik, penyelidik telah mendapati bahawa individu bercakap kepada diri mereka semasa belajar. Pada peringkat yang lebih umum, Vigotsky menegaskan bahawa bahasa dan pembelajaran adalah berkait saling berkaitan. Perkara ini jelas ditekankan dalam merujuk kepada keperluan untuk menghormati bahasa ibu. Bahasa ibu haruslah sebagai bahasa pengantar utama bagi memudahkan proses pembelajaran.
5.    Pembelajaran adalah aktiviti sosial, dimana pembelajaran kita berkaitan dengan hubungan kita dan manusia yang lain, guru-guru, rekan-rekan, keluarga serta kenalan kasual. 
6.     Pembelajaran adalah kontekstual, bermaksud agar kita belajar dalam hubungan apa yang kita tahu, apa yang kita percaya, prasangka kita dan kebimbangan kita.
7.    Pengetahuan juga diperlukan untuk seseorang yang belajar karena tidak mungkin untuk seseorang mengasimilasikan pengetahuan baru tanpa mempunyai beberapa struktur yang dikembangkan dari pengetahuan sebelumnya untuk dibina. Lebih banyak kita tahu, lebih banyak kita ingin belajar. Oleh itu, usaha untuk mengajar harus dihubungkan dengan keadaan pelajar.
8.    Suatu pembelajaran memerlukan waktu.
9.    Motivasi adalah satu komponen penting dalam pembelajaran.
Ciri-ciri Pembelajaran Kontruktivisme :
1.        Ialah murid-murid bertanggung jawab atas pembelajarannya.Guru-guru harus mengatahui tentang corak mental pelajar yang membantu mereka mengerti dunia dan membuat pemikiran-pemikiran. Dalam teori konstruktivisme, pembelajaran bukan merupakan satu proses penghafalan materi dari guru melainkan bermula dari topik/isu yang menarik bagi murid-murid.
2.        Tidak menggalakkan penilaian sumatif yang berpusat, sebaliknya, penilaian harus formatif dan berterusan dan dijalankan serentak dengan proses pembinaan dan penguasaan ilmu. Oleh yang demikian, penggubal kukirikulum konstraktivis perlu menggalakkan pembinaan kurikulum yang dinamik dan berubah-berubah berdasarkan pengetahuan sedia ada individu serta penyelesaian masalah secara praktikal.

Kelemahan teori konstruktivisme :
1.    Pelajar mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kemungkinan bahwa hasil pembinaan pelajar tidak sesuai dengan hasil pembinaan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan salah faham.
2.      Memerlukan masa yang lama dan setiap pelajar memerlukan layanan dan keperluan yang berbeda-beda. Pelajar pintar akan dapat mengikuti pelajaran, sementara pelajar yang kurang pintar mungkin akan terus ketinggalan.
3.    Situasi dan keadaan setiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah mempunyai kemudahan infrastruktur yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas pelajar.
4.      Guru hanya menjadi motivasi dan penunjuk proses belajar, sehingga guru harus mempunyai kelakuan yang elegan dan arif sebagai semangat pendorong bagi anak-anak yang diperlukan alam pengajaran untuk menerapkan nilai-nilai kemanusiaan.

Implementasi konstruktivisme berdasarkan teori Vygotsky, bahwa ada tiga pola pembelajaran yang arah tujuannya ialah kontruktivisme, yaitu:
1.      Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikatakan sebagai salah satu pendekatan konstruktivisme berdasarkan teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka dapat berbicara satu sama lain tentang soal tersebut. Penekanan pola pembelajaran kooperatif adalah dengan adanya kelompok belajar.
Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran kooperatif ada empat unsur penting, yaitu:
(1)      adanya peserta dalam kelompok;
(2)      adanya aturan kelompok;
(3)      adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan
(4)      adanya tujuan yang harus dicapai.

Contoh kegiatan pembelajarannya:
Anak dapat mengerjakan tugas permainannya dengan berkelompok,  misal dalam kegiatan motorik halus, guru dapat membagi anak menjadi beberapa kelompok untuk membuat kreasi dari bubur kertas. Anak TK biasanya juga sudah bisa mengatur dan membagi tugas dengan teman sebayanya untuk saling bekerjasama menyelesaikan kegiatan bermain mereka.
Ketika kegiatan gardening, dalam kegiatan sentra sains, dimana guru dapat mengarahkan anak-anak menyiram tanaman di kebun sekolah secara berkelompok. Pemberian tugas menyiram tanaman secara berkelompok ini akan membuat anak memiliki tanggung jawab dan adanya pembagian aturan kelompok pada anak secara natural. Dengan ditandai, anak mulai bisa mengatur temannya untuk pembagian wilayah dalam penyiraman tanaman.


Dengan melakukan pembelajaran kooperatif, maka yang diperoleh adalah:
1)        Siswa dapat belajar dari teman lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
2)        Dengan belajar bekerjasama, maka secara natural adanya motivasi antar siswa meningkat dan menambah tingkat partisipasi mereka.
3)        Berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

2.      Pembelajaran Berbasis Proyek
Pengajaran proyek merupakan salah satu bentuk model pembelajaran bagi anak-anak yang sebenarnya dikembangkan oleh Kilpatrick dengan ide dasar dari John Dewey. Sebagai gagasan utamanya, ia menawarkan suatu konsep pembelajaran yang dikenal dengan istilah ‘learning by doing’ atau ‘belajar sambil bekerja’. Ide dasar ini mengandung beberapa pokok pikiran yang ingin diwujudkan Dewey, diantaranya adalah :
1)      Pengajaran harus dapat menghubungkan isi kurikulum sekolah dengan lingkungan hidup anak.
2)      Konsep dan cara mengajarkan membaca, menulis dan berhitung permulaan dengan bahan yang menarik dan sesuai dengan lingkungan hidup anak-anak.
3)      Konsep dan cara membangkitkan perhatian anak.

Model pengajaran proyek dilaksanakan dengan menggunakan lima langkah sebagai berikut :
1)        Langkah Persiapan
Guru mempersiapkan tema dan pokok masalah yang akan dilaksanakan dengan menggunakan pengajaran proyek. Setiap isi bidang studi (pengembangan) yang sesuai dengan tema atau pokok masalah tersebut disusun dan diorganisasikan dalam suatu rencana pengajaran (misalnya satuan pelajaran atau satuan kegiatan harian). Dalam langkah pertama, guru hendaknya mengidentifikasi dan merelevansikan isi setiap bidang studi yang akan dilaksanakan dengan pengajaran proyek, misalnya:
 Contoh Tema : Keluarga kita
Bidang Studi
Bahan Pengajaran
Bahasa Indonesia
ü Kegiatan sehari-hari keluarga
ü Makanan kesukaan keluarga
Matematika
ü Jumlah anggota keluarga
ü Penghasilan dan belanja keluarga
Ilmu Pengetahuan Alam
ü Kesehatan keluarga
ü Tanaman dan Binatang
ü Peliharaan
Ilmu Pengetahuan Sosial
ü Tata krama dalam keluarga
ü Tolong menolong antara anggota keluarga
ü Silsilah keluarga
Keterampilan
ü Menggambar anggota keluarga
ü Membuat kerajinan rumah

Pada tahap persiapan, guru juga harus mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan:
Pemberian materi yang akan diberikan secara klasikal.
Pemberian bahan pengajaran secara tertulis sehingga anak dapat memiliki pemahaman yang agak mendalam berkaitan dengan isi bahan pelajaran.
Jenis-jenis tugas yang dikerjakan anak secara kelompok (5-7 orang) atau perorangan.
Menetapkan jumlah jam yang akan digunakan pada setiam jam pelajaran.
Rencana perjalanan sekolah yang akan dilaksanakan.
Rencana pameran yang akan diselenggarakan oleh anak-anak.

2)        Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru mengadakan percakapan bersama anak-anak secara klasikal tentang tema atau pokok masalah serta bidang studi yang berkaitan. Percakapan ini sekaligus dapat menjajaki kesanggupan anak dalam mengenal bahan pelajaran serta tugas yang akan dikerjakannya. Percapakan juga dimaksudkan membangkitkan perhatian dan semangat anak-anak untuk melihat, menyelidiki, menyimpulkan dan mengkomunikasikan tentang sesuatu yang ditemukannya. Dalam kegiatan percakapan, guru dapat menulis hal-hal yang sudah dikenal anak dari tema atau pokok masalah yang sedang dibicarakan. Hasil percakapan ini akan mengidentifikasi berbagai pokok proyek dalam setiap bidang studi yang akan diselidiki anak.

3)        Perjalanan Sekolah atau Survey
Perjalanan sekolah atau survey dilakukan pada beberapa keluarga atau   rumah yang berdekatan dengan lokasi sekolah. Masing-masing kelompok murid sesuai dengan tugasnya melakukan pengamatan pada berbagai hal yang menjadi persoalan, misalnya bertanya tentang silsilah keluarga, binatang dan tanaman apa saja yang dipelihara, siapa dan jenis penyakit apa yang pernah diderita anggota keluarga, berapa penghasilan dan apa saja belanjanya, kerajinan apa saja yang dikerjakan keluarga tersebut.
Agar perjalan sekolah tersebut berlangsung tertib maka guru harus memberikan dan menanamkan tata tertib pada anak ketika akan melakukan kunjungan, misalnya bersikap dan berbicara sopan, membawa buku catatan.

4)        Pengolahan Masalah
Setelah mengadakan kunjungan tiap kelompok secara tertib kembali masuk ke sekolah dengan membawa berbagai hasil pengamatan, misalnya data jumlah keluarga, bagan silsilah keluarga, data pengahasilan dan pengeluaran keluarga, data tanaman dan binatang yang dipelihara keluarga, data kesehatan anggota keluarga, jenis keterampilan yang dikerjakan pada keluarga yang diamati. Semua data yang dikumpulkan kelompok dilaporkan pada guru sebelum disampaikan pada diskusi dan laporan pengamatan tiap kelompok dalam presentasi kelompok. Secara bergiliran setiap kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk menjelaskan, menyimpulkan dan menyampaikan berbagai temuan sesuai dengan tugasnya.
Kegiatan pengolahan masalah selanjutnya dapat dilakukan murid, baik secara individu maupun kelompok, misalnya membuat data silsilah keluarga masing-masing, membuat data jumlah keluarga, data penghasilan dan pengeluaran keluarga, mencatat dan membuat data kesehatan keluarga, membuat berbagai bentuk keterampilan yang biasa dikerjakan dalam suatu keluarga, membuat peta dan grafik, menanam jenis tanaman, menggambar dan mewarnai, dan memelihara binatang.
Pada tahap ini akan tampak kesibukan para murid dalam mengerjakan berbagai tugasnya. Dengan demikian, kelas memperlihatkan fungsinya sebagai laboratorium bagi murid-murid untuk belajar sambil mengerjakan sesuatu. Disinilah aplikasi (penerapan) konsep ‘learning by doing’ diwujudkan oleh Kilpatrick sebagai kelanjutan dari pengembangan konsep pendidikan Dewey.

5)        Pameran
Sesuai dengan rencana, pameran dirancang dan dilaksanakan dari dan oleh anak itu sendiri. Anaklah yang menyusun meja dan kursi sehingga menjadi satu stan pameran. Anak juga yang menghiasi stan tersebut dengan taplak meja, warna warni, pas bunga serta menempatkan berbagai hasil pengolahan pengamatan. Guru lebih banyak bertindak sebagai pengawas dan pembimbing anak-anak dalam mempersiapkan stan pameran sebaik mungkin. Pada hari H yang ditentukan, sesuai dengan undangan maka para orang tua dan keluarga di sekitar sekolah berpartisipasi untuk hadir melihat, mengamati, bertanya dan memberikan berbagai tanggapan pada berbagai stan yang disiapkan anak-anak.

3.      Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Dalam pembelajaran penemuan (Bergstrom & O’Brien, 2001; Wilcox, 1993), siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa memeroleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan sendiri prinsip-prinsip. Pembelajaran penemuan ada dua jenis, yaitu penemuan murni (anak mencari tahu dan menemukan sendiri hasil temuannya) dan penemuan terpimpin. Dalam penemuan terpimpin, guru memainkan peran yang lebih aktif, dengan memberikan petunjuk, menata bagian-bagian kegiatan, atau memberikan garis besar.
Diskoveri terpimpin merupakan suatu model pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antarkonsep. Ketika menggunakan strategi ini, guru menyajikan contoh-contoh pada siswa, memandu mereka saat mereka berusaha menemukan pola-pola dalam contoh-contoh tersebut, dan memberikan semacam penutup ketika siswa telah mampu mendeskripsikan gagasan yang diajarkan oleh guru.
Contoh kegiatan :
Kegiatan belajar di sentra matematika, anak diminta menemukan apa saja dari alam untuk berhitung, misal pengambil batu ukuran besar dan kecil. Kemudian anak menemukan perbandingan dari keduanya, dan dapat membedakan mana batu yang lebih besar dan yang lebih kecil.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

WRITES HERE (◑‿◐)