Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis. Menurut teori konstuktivisme, pengetahuan adalah produk mind yang dibina (konstruk) dengan
pengalaman dan input baru yang diterima melalui indera-indera sebagai hasil
persepsi. Murid-murid akan membina makna bagi setiap fenomena di sekelilingnya
melalui refleksi. Mereka akan menjana peraturan dan panduan mental sendiri agar
memahami dunia sekeliling seperti dalam rumah, sekolah dan komuniti hidup
seharian. Dengan itu, pembelajaran mereka dipengaruhi oleh cara sesuatu topik
dipersembahkan oleh guru-guru dan kualiti pengalaman yang ada pada murid-murid.
Ciri
paling penting pembelajaran konstruktivisme ialah murid-murid bertanggung jawab
atas pembelajarannya.Guru-guru harus mengatahui tentang corak mental pelajar
yang membantu mereka mengerti dunia dan membuat pemikiran-pemikiran. Dalam
teori konstruktivisme, pembelajaran bukan merupakan satu proses penghafalan
materi dari guru melainkan bermula dari topik/isu yang menarik bagi
murid-murid. Teori konstruktivis tidak menggalakkan penilaian sumatif yang
berpusat, sebaliknya, penilaian harus formatif dan berterusan dan dijalankan
serentak dengan proses pembinaan dan penguasaan ilmu.
Jean
Piaget, Jerome Bruner, Lev Vygotsky, John Dewey dan Seymour Papert adalah
diantara tokoh-tokoh mazhab konstruktivisme terdiri atas ahli-ahli psikologi
dan pakar pendidikan.
Pendekatan
konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
· Pelajar aktif
membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. Dalam konteks
pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina pengetahuan mereka secara
mandiri. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri
melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru. Unsur terpenting dalam teori ini
ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang
sudah ada.
· Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran
yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari
gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
· Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik miknat pelajar.
Prinsip-prinsip
Pembelajaran Konstruktivisme :
1. Pembelajaran
adalah satu proses yang aktif di mana pelajar menggunakan input indera dan
membina makna tersebut. Rumusan yang lebih tradisional ini melibatkan
istilah pelajar yang aktif (istilah Dewey) menekankan bahwa pelajar perlu
melakukan sesuatu, di mana pembelajaran bukanlah penerimaan pasif pengetahuan.
2. Manusia
belajar cara belajar karena mereka belajar, di mana pembelajaran terdiri atas
membina makna dan membina sistem makna.
3. Peranan
tindakan yang sangat penting dalam membina makna adalah mental.
4. Pembelajaran
melibatkan bahasa, bahasa yang kita gunakan mempengaruhi
pembelajaran. Pada peringkat empirik, penyelidik telah mendapati
bahawa individu bercakap kepada diri mereka semasa belajar. Pada peringkat
yang lebih umum, Vigotsky menegaskan bahawa bahasa dan pembelajaran adalah
berkait saling berkaitan. Perkara ini jelas ditekankan dalam merujuk kepada
keperluan untuk menghormati bahasa ibu. Bahasa ibu haruslah sebagai bahasa
pengantar utama bagi memudahkan proses pembelajaran.
5. Pembelajaran
adalah aktiviti sosial, dimana pembelajaran kita berkaitan dengan hubungan kita
dan manusia yang lain, guru-guru, rekan-rekan, keluarga serta kenalan
kasual.
6. Pembelajaran
adalah kontekstual, bermaksud agar kita belajar dalam hubungan apa yang kita
tahu, apa yang kita percaya, prasangka kita dan kebimbangan kita.
7. Pengetahuan juga
diperlukan untuk seseorang yang belajar karena tidak mungkin untuk seseorang
mengasimilasikan pengetahuan baru tanpa mempunyai beberapa struktur yang
dikembangkan dari pengetahuan sebelumnya untuk dibina. Lebih banyak kita
tahu, lebih banyak kita ingin belajar. Oleh itu, usaha untuk mengajar
harus dihubungkan dengan keadaan pelajar.
8. Suatu
pembelajaran memerlukan waktu.
9. Motivasi
adalah satu komponen penting dalam pembelajaran.
Ciri-ciri
Pembelajaran Kontruktivisme :
1.
Ialah murid-murid bertanggung jawab atas
pembelajarannya.Guru-guru harus mengatahui tentang corak mental pelajar yang
membantu mereka mengerti dunia dan membuat pemikiran-pemikiran. Dalam teori
konstruktivisme, pembelajaran bukan merupakan satu proses penghafalan materi
dari guru melainkan bermula dari topik/isu yang menarik bagi murid-murid.
2.
Tidak menggalakkan penilaian sumatif
yang berpusat, sebaliknya, penilaian harus formatif dan berterusan dan
dijalankan serentak dengan proses pembinaan dan penguasaan ilmu. Oleh yang
demikian, penggubal kukirikulum konstraktivis perlu menggalakkan pembinaan
kurikulum yang dinamik dan berubah-berubah berdasarkan pengetahuan sedia ada
individu serta penyelesaian masalah secara praktikal.
Kelemahan
teori konstruktivisme :
1. Pelajar
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kemungkinan bahwa hasil pembinaan
pelajar tidak sesuai dengan hasil pembinaan kaidah ilmu pengetahuan sehingga
menyebabkan salah faham.
2. Memerlukan
masa yang lama dan setiap pelajar memerlukan layanan dan keperluan yang
berbeda-beda. Pelajar pintar akan dapat mengikuti pelajaran, sementara pelajar yang
kurang pintar mungkin akan terus ketinggalan.
3. Situasi
dan keadaan setiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah mempunyai
kemudahan infrastruktur yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas pelajar.
4. Guru
hanya menjadi motivasi dan penunjuk proses belajar, sehingga guru harus
mempunyai kelakuan yang elegan dan arif sebagai semangat pendorong bagi anak-anak
yang diperlukan alam pengajaran untuk menerapkan nilai-nilai kemanusiaan.
Implementasi
konstruktivisme berdasarkan teori Vygotsky, bahwa ada tiga pola pembelajaran
yang arah tujuannya ialah kontruktivisme, yaitu:
1.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) dikatakan sebagai salah satu pendekatan
konstruktivisme berdasarkan teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka dapat berbicara satu sama lain tentang
soal tersebut. Penekanan pola pembelajaran kooperatif adalah dengan adanya
kelompok belajar.
Dalam
pelaksanaannya, model pembelajaran kooperatif ada empat unsur penting, yaitu:
(1)
adanya peserta dalam kelompok;
(2)
adanya aturan kelompok;
(3)
adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan
(4)
adanya tujuan yang harus dicapai.
Contoh
kegiatan pembelajarannya:
Anak
dapat mengerjakan tugas permainannya dengan berkelompok, misal dalam
kegiatan motorik halus, guru dapat membagi anak menjadi beberapa kelompok untuk
membuat kreasi dari bubur kertas. Anak TK biasanya juga sudah bisa mengatur dan
membagi tugas dengan teman sebayanya untuk saling bekerjasama menyelesaikan
kegiatan bermain mereka.
Ketika
kegiatan gardening, dalam kegiatan sentra sains, dimana guru dapat mengarahkan
anak-anak menyiram tanaman di kebun sekolah secara berkelompok. Pemberian tugas
menyiram tanaman secara berkelompok ini akan membuat anak memiliki tanggung
jawab dan adanya pembagian aturan kelompok pada anak secara natural. Dengan
ditandai, anak mulai bisa mengatur temannya untuk pembagian wilayah dalam
penyiraman tanaman.
Dengan
melakukan pembelajaran kooperatif, maka yang diperoleh adalah:
1)
Siswa dapat belajar dari teman lainnya,
dan belajar dari bantuan orang lain.
2)
Dengan belajar bekerjasama, maka secara
natural adanya motivasi antar siswa meningkat dan menambah tingkat partisipasi
mereka.
3)
Berkembangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
2.
Pembelajaran Berbasis Proyek
Pengajaran
proyek merupakan salah satu bentuk model pembelajaran bagi anak-anak yang
sebenarnya dikembangkan oleh Kilpatrick dengan ide dasar dari John Dewey.
Sebagai gagasan utamanya, ia menawarkan suatu konsep pembelajaran yang dikenal
dengan istilah ‘learning by doing’ atau ‘belajar sambil bekerja’. Ide dasar ini
mengandung beberapa pokok pikiran yang ingin diwujudkan Dewey, diantaranya
adalah :
1)
Pengajaran harus dapat menghubungkan isi
kurikulum sekolah dengan lingkungan hidup anak.
2)
Konsep dan cara mengajarkan membaca,
menulis dan berhitung permulaan dengan bahan yang menarik dan sesuai dengan
lingkungan hidup anak-anak.
3) Konsep
dan cara membangkitkan perhatian anak.
Model
pengajaran proyek dilaksanakan dengan menggunakan lima langkah sebagai berikut
:
1)
Langkah Persiapan
Guru
mempersiapkan tema dan pokok masalah yang akan dilaksanakan dengan menggunakan
pengajaran proyek. Setiap isi bidang studi (pengembangan) yang sesuai dengan
tema atau pokok masalah tersebut disusun dan diorganisasikan dalam suatu
rencana pengajaran (misalnya satuan pelajaran atau satuan kegiatan harian).
Dalam langkah pertama, guru hendaknya mengidentifikasi dan merelevansikan isi
setiap bidang studi yang akan dilaksanakan dengan pengajaran proyek, misalnya:
Contoh
Tema : Keluarga kita
Bidang
Studi
|
Bahan
Pengajaran
|
Bahasa
Indonesia
|
ü
Kegiatan sehari-hari keluarga
ü
Makanan kesukaan keluarga
|
Matematika
|
ü
Jumlah anggota keluarga
ü
Penghasilan dan belanja keluarga
|
Ilmu
Pengetahuan Alam
|
ü
Kesehatan keluarga
ü
Tanaman dan Binatang
ü
Peliharaan
|
Ilmu
Pengetahuan Sosial
|
ü
Tata krama dalam keluarga
ü
Tolong menolong antara anggota keluarga
ü
Silsilah keluarga
|
Keterampilan
|
ü
Menggambar anggota keluarga
ü
Membuat kerajinan rumah
|
Pada
tahap persiapan, guru juga harus mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan:
Pemberian
materi yang akan diberikan secara klasikal.
Pemberian
bahan pengajaran secara tertulis sehingga anak dapat memiliki pemahaman yang
agak mendalam berkaitan dengan isi bahan pelajaran.
Jenis-jenis
tugas yang dikerjakan anak secara kelompok (5-7 orang) atau perorangan.
Menetapkan
jumlah jam yang akan digunakan pada setiam jam pelajaran.
Rencana
perjalanan sekolah yang akan dilaksanakan.
Rencana
pameran yang akan diselenggarakan oleh anak-anak.
2)
Pendahuluan
Dalam
kegiatan pendahuluan, guru mengadakan percakapan bersama anak-anak secara
klasikal tentang tema atau pokok masalah serta bidang studi yang berkaitan.
Percakapan ini sekaligus dapat menjajaki kesanggupan anak dalam mengenal bahan
pelajaran serta tugas yang akan dikerjakannya. Percapakan juga dimaksudkan
membangkitkan perhatian dan semangat anak-anak untuk melihat, menyelidiki,
menyimpulkan dan mengkomunikasikan tentang sesuatu yang ditemukannya. Dalam
kegiatan percakapan, guru dapat menulis hal-hal yang sudah dikenal anak dari
tema atau pokok masalah yang sedang dibicarakan. Hasil percakapan ini akan
mengidentifikasi berbagai pokok proyek dalam setiap bidang studi yang akan
diselidiki anak.
3)
Perjalanan Sekolah atau Survey
Perjalanan
sekolah atau survey dilakukan pada beberapa keluarga atau rumah
yang berdekatan dengan lokasi sekolah. Masing-masing kelompok murid sesuai
dengan tugasnya melakukan pengamatan pada berbagai hal yang menjadi persoalan,
misalnya bertanya tentang silsilah keluarga, binatang dan tanaman apa saja yang
dipelihara, siapa dan jenis penyakit apa yang pernah diderita anggota keluarga,
berapa penghasilan dan apa saja belanjanya, kerajinan apa saja yang dikerjakan
keluarga tersebut.
Agar
perjalan sekolah tersebut berlangsung tertib maka guru harus memberikan dan
menanamkan tata tertib pada anak ketika akan melakukan kunjungan, misalnya
bersikap dan berbicara sopan, membawa buku catatan.
4)
Pengolahan Masalah
Setelah
mengadakan kunjungan tiap kelompok secara tertib kembali masuk ke sekolah
dengan membawa berbagai hasil pengamatan, misalnya data jumlah keluarga, bagan
silsilah keluarga, data pengahasilan dan pengeluaran keluarga, data tanaman dan
binatang yang dipelihara keluarga, data kesehatan anggota keluarga, jenis
keterampilan yang dikerjakan pada keluarga yang diamati. Semua data yang
dikumpulkan kelompok dilaporkan pada guru sebelum disampaikan pada diskusi dan
laporan pengamatan tiap kelompok dalam presentasi kelompok. Secara bergiliran
setiap kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk menjelaskan, menyimpulkan
dan menyampaikan berbagai temuan sesuai dengan tugasnya.
Kegiatan
pengolahan masalah selanjutnya dapat dilakukan murid, baik secara individu
maupun kelompok, misalnya membuat data silsilah keluarga masing-masing, membuat
data jumlah keluarga, data penghasilan dan pengeluaran keluarga, mencatat dan
membuat data kesehatan keluarga, membuat berbagai bentuk keterampilan yang
biasa dikerjakan dalam suatu keluarga, membuat peta dan grafik, menanam jenis
tanaman, menggambar dan mewarnai, dan memelihara binatang.
Pada
tahap ini akan tampak kesibukan para murid dalam mengerjakan berbagai tugasnya.
Dengan demikian, kelas memperlihatkan fungsinya sebagai laboratorium bagi
murid-murid untuk belajar sambil mengerjakan sesuatu. Disinilah aplikasi
(penerapan) konsep ‘learning by doing’ diwujudkan oleh Kilpatrick sebagai
kelanjutan dari pengembangan konsep pendidikan Dewey.
5)
Pameran
Sesuai
dengan rencana, pameran dirancang dan dilaksanakan dari dan oleh anak itu
sendiri. Anaklah yang menyusun meja dan kursi sehingga menjadi satu stan
pameran. Anak juga yang menghiasi stan tersebut dengan taplak meja, warna
warni, pas bunga serta menempatkan berbagai hasil pengolahan pengamatan. Guru
lebih banyak bertindak sebagai pengawas dan pembimbing anak-anak dalam
mempersiapkan stan pameran sebaik mungkin. Pada hari H yang ditentukan, sesuai
dengan undangan maka para orang tua dan keluarga di sekitar sekolah
berpartisipasi untuk hadir melihat, mengamati, bertanya dan memberikan berbagai
tanggapan pada berbagai stan yang disiapkan anak-anak.
3.
Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Dalam
pembelajaran penemuan (Bergstrom & O’Brien, 2001; Wilcox, 1993), siswa
didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa memeroleh
pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan sendiri
prinsip-prinsip. Pembelajaran penemuan ada dua jenis, yaitu penemuan murni
(anak mencari tahu dan menemukan sendiri hasil temuannya) dan penemuan
terpimpin. Dalam penemuan terpimpin, guru memainkan peran yang lebih aktif,
dengan memberikan petunjuk, menata bagian-bagian kegiatan, atau memberikan
garis besar.
Diskoveri
terpimpin merupakan suatu model pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan
konsep-konsep dan hubungan antarkonsep. Ketika menggunakan strategi ini, guru
menyajikan contoh-contoh pada siswa, memandu mereka saat mereka berusaha
menemukan pola-pola dalam contoh-contoh tersebut, dan memberikan semacam
penutup ketika siswa telah mampu mendeskripsikan gagasan yang diajarkan oleh
guru.
Contoh
kegiatan :
Kegiatan
belajar di sentra matematika, anak diminta menemukan apa saja dari alam untuk
berhitung, misal pengambil batu ukuran besar dan kecil. Kemudian anak menemukan
perbandingan dari keduanya, dan dapat membedakan mana batu yang lebih besar dan
yang lebih kecil.
0 komentar:
Posting Komentar